Oleh: Ayu Chandra Puspita Anzani
Saya mengambil kisah dari seorang mendiang Nelson Mandela, karena sebelumnya saya pernah melihat filmnya yang berjudul "Good Bye Bafana". Mandela divonis hukuman penjara seumur hidup karena memberontak terhadap supremasi kulit putrih di Afrika Selatan. Saat ditangkap pada 5 Agustus 1962 bersama tujuh pemimpim ANC lainnya, dakwaan sudah disiapkan: sabotase dan berkomplot menggulingkan pemerintahan saat melalui revolusi bersenjata.
Mula-mula, ia dikurung di penjara Pulau Robben di lepas pantai Cape Town. Berkat ketokohannya, penjara itu menjadi semacam "universitas" bagi para pejuang kulit hitam. Di balik jeruji besi, Mandela memprovokasi demonstrasi di Soweto pada 196. Sejak saat itu legenda Mandela semakin meresap di kalangan masyarakat kulit hitam.
Kisah tentang Mandela berlanjut ketika antara tahun 1982, dia mengjuni Penjara Pollsmoor. Penjara ini pun gagal mengurangi cita-citanya, hanya fisiknya saja yang terkurung. Para pemimpin dunia yang kagum dengan perjuangan Mandela sering mengunjungi Poolsmoor.
Pada 1980-an berdiri Front Persatuan Demokrasi (UDF), badan perlawanan tanpa kekerasan yang didukung lebih dari 700 organisasi masa penentang apertheid, termasuk dari kalangan kulit putih. sejak terbentuknya UDF, perlawanan rakyat bangkit kembali. Pemerintah kulit putih kian tak mampu memendam semangat mereka.
Lalu, UDF melakukan protes tertib yang diikuti 300 orang ke parlemen di Cape Town. Mereka menuntut disingkirkannya polisi dari township dan supaya pemerintah lebih mendengarkan suara para pemimpinnya yang dipilih rakyat, bukan yang ditunjuk pemerintah.
Kekerasan akhirnya terjadi dalam tragedi Uitenhage, sekitar 4.000 kulit hitam dari township melakukan demonstrasi. Lalu terjadi pula pemogokan dua hari oleh 500.000 buruh dan 300.000 pelajar yang berbuntut pada huru-hara dan akhirnya menewaskan 22 orang kulit hitam.
Pada sekitar tahun 1980-an, Mandea sudah menjadi tokoh pejuang hak assasi universal. Hal ini mengkhawatirkan pemerintah Afrika Selatan sehingga beberapa kali menawarkan kebebesan kepada Mandela. Namun, tawaran itu ditolak Mandela karena diembel-embeli persyaratan yang merugikan perjuangannya. Mandela bergeming, baginya lebih baik mati di penjara daripada bebas namun tidak dapat melanjutkan perjuangannya. Justru kematiannya di penjara tidak dikehendaki oleh penguasa karena jika hal itu terjadi maka akan menyulut kekerasan.
Sebaliknya, Mandela mengajukan syarakt pembebasan bagi dirinya. Dia ingin bebas dan siap berunding dengan pemerintah guna membicarakan masakah pembagian kekuasaan, pencabutan larangan atas ANC dan Undang-Undang Darurat yang berlaku sejak tahun 1986. Syarakt Mandela ini ditanggapi serius oleh pemerintah kulit putih.
Pada 11 Februari 1990, Nelson Mandela dibebaskan. Pada saat inilah terlihat betapa besarnya dukungan masyarakat Afrika Selatan dan dunia terhadapnya. Pada hari itu ia menerima ucapan selamat dari 30 pemimpin negara dan organisasi internasional. Sebagian kepala negara juga memberikan pujian dan selamat ketika Mandela mengunjungi PBB pada 22 Juni 1990.
Alasan pembebasan Mandela mungkin karena situasi di Afrika Selatan memang mengharuskanya bebas. Presiden de Klerk dan Partai Nasional sadar bahwa tidak ada masa depan untuk negeri itu bila apertheid tidak ditinggalkan.
Pembebasan Mandela mendempatkan Afrika Selatan dalam jalur bersejarah menuju pemilihan umum semua ras pada tahun 1994. Presiden de Klerk berselisih sengit dengan Mandela menjelang pemilu tersebut, namun kedua tokoh tersebut kemudian berbagi Nobel perdamaian pada tahun 1993. Mandela memberikan penghormatan kepada de Klerk karena telah mengalihkan negeri mereka dari ambang rasial.
Nelson Mandela telah memberikan teladan moral yang sangat berharga untuk dunia. Meskipun dirampas kebebasannya, dia tetap memperjuangkan kebebasan bagi semua orang. Meskipun disiksa secara tidak manusiawi, dia tetap menjadi pemaaf sekalipun terhadap lawan-lawan politiknya. Itulah yang selalu dikenang dari Nelson Mandela. Pemaaf dan pejuang kebebasan, kebenaran, serta rekonsiliasi. Inilah pesan moral yang seharus kita petik bersama.
Mandela hanya menjadi penguasa di Afrika Selatan selama lima tahun, beliau mampu menjadi panutan warga dunia. Mandela merupakan contoh klasik bagaimana seseorang dapat memimpin tanpa adanya wewenang formal. Selama lebih dari 27 tahun ia dipenjara, ia tetap memancarkan pengaruhnya. Sepanjang masa kepemimpinannya sebagai presiden selama lima tahun, kepemimpinannya lebih kokoh. Dalam 1,5 dekade dan masa pensiunnya dari dunia politik, pengaruh Mandela terus tumbuh dan meluas dalam bidang filantropi dan kemanusiaan. Tak bisa dipungkiri lagi, pengaruhnya makin luas berkat posisi presiden yang ia duduki. Namun di samping itu semua, Mandel menunjukkan bahwa posisi dan gelar tidak mendefinisikan apakan seseorang pemimpin yang hebat, justru mereka mendefinisikan dirinya sndiri dan memaksimalkan kekuatan dan kekuasaannya yang didapat dalam posisi itu untuk memberikan sebanyak mungkin pengaruh positif bagi masyarakat luas yang dipimpinnya.
Kapasitas untuk menyatukan, memotivasi dan menggerakkan mereka yang dipimpin untuk mewujudkan aspirasi bersama dalam kehidupan ialah hal yang perlu dicapai dalam sebuah kepemimpinan, bukan hanya menduduki jabatan tertentu dan memerintah orang senaknya. Kebenaran sederhana ini memberikan harapan bagi generasi masa kini dan mendatang, menunjukkan bahwa kepemimpinan bukanlah sebuah aktifitas yang semata-mata berhubungan dengan setelah jas atau penampilan rapi layaknya CEO ternama. Kebaikan bisa dilakukan pada semua tahap karir seseorang. Kepemimpinan yang baik dapat menyalakan kembali jiwa dan semangat dalam profesional yang tengah menapaki karirnya--seseorang tengah mengamati, belajar dan menirukan teladan yang Anda berikan, tidak peduli siapa yang mengakui atau mengabaikan kontribusi yang Anda berikan sebagai pemimpin. Pada saat yang sama, teladan yang diberikan Mandela juga memberikan tujuan yang terbaru pada para eksekutid senior bahwa pensiun bukanlah sesuatu yang menjadi momok menakutkan dan harus dihindari. Ada tujuan dan makna unik dalam setiap tahapan kehidupan manusia. Terimalah setiap fasenya dan arahkan ke tempat Anda berada.
Sumber: biography by Nelson Mandela, Film Good Bye Bafana
Comments
Post a Comment